KEKAGUMAN SEMUA ORANG AKAN NILAI LUHURMU
SUKU BADUY. Siapa yang tak kenal dengan suku Baduy. Banyak masyarakat
umum yang penasaran dengan keunikan suku Baduy baik adat-istiadatnya maupun
kehidupannya. Bahkan banyak masyarakat umum yang terkagum-kagum dengan apa yang
ada pada suku ini.
Suku baduy,
terletak di desa Kanekes terletak di gunung Kendeng yang sebagian wilayahnya
adalah hutan. Wilayah ini termasuk kedalam Propinsi Banten, tepatnya di
Kabupaten Lebak Kecamatan Lewidamar. Kelompok masyarakat Adat Sunda tersebut
terdiri dari Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam, keduanya sama-sama tinggal
di desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Provinsi Banten. Suku Baduy sudah sekian
lama mendiami desa tersebut.
Sebutan kata
Baduy untuk masyarakat desa Kanekes sebenarnya bukan dari mereka sendiri tetapi
masyarakat luar yang menyebutnya sehingga lama kelamaan menjadi sebutan bagi
mereka, orang Belanda menyebut mereka dengan sebutan Badoe’i, Badoej, Badoewi,
Urang Kanekes, dan Rawayan, (Garna 1992; 2)
Kondisi alam
suku baduy terdiri dari bukit-bukit yang tersusun berjajar, sehingga untuk
berjalan dari satu desa ke desa lainya membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup
banyak, apalagi jarak antara desa satu dan desa yang lain jaraknya cukup jauh.
Masyarakat suku Baduy sangat mematuhi aturan adat mereka, mereka dilarang
menggunakan kendaraan dan menggunakan listrik, serta berbagai aturan-aturan
adat lainya, oleh karena itu, masyarakat baduy sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai kearifan lokal masyarakatnya.
a. Kearifan
Lokal Suku Baduy Dalam
Sistem
perekonomian Baduy lebih mengutamakan sistem tertutup, artinya aktivitas
ekonomi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan diproduksi
serta dikonsumsi dilingkungan Baduy sendiri. Mata pencaharian mereka pada
umumnya adalah bertani atau bercocok tanam.Seluruh masyarakat di Baduy belajar
untuk bekerja di pertanian sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Di Baduy
terdapat aturan dalam pertanian yang diikuti oleh masyarakatnya. Ada waktu
dimana mereka harus mengolah tanah, menanam, maupun memanen hasil pertaniannya.
Sistem pertanian disana adalah dengan sistem berladang dan berkebun. Pada masa
dimana mereka tidak sedang bekerja di ladang, Baduy laki-laki bekerja di hutan
untuk berburu dan memanen madu, sementara Baduy wanita bekerja menenun dirumah
untuk membuat baju, selendang, sarung, serta kerajinan tangan seperti tas.
Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian
utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual
buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan. Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti
adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun
masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan
Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam
wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda
kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin
melaksanakan seba ke Kesultanan
Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba
tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi
(padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur
Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten
Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Baduy Luar
berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa menyewa tanah,
dan tenaga buruh.
Nilai-nilai
kearifan masyarakat baduy yang sederhana dengan tidak mementingkan materi dalam
kehidupannya menjadi sebuah contoh dimana mereka hidup hanya untuk memenuhi
kebutuhan primernya, bahkan dalam bertani mereka mengikuti aturan-aturan yang
ada dimasyarakat, diantaranya tidak menggunakan pupuk kimia, masyarakat baduy
memupuk tanamanya dengan pupuk buatan mereka sendiri dari bahan-bahan organik,
sebuah nilai kearifan lokal masyarakat baduy yang tidak mau merusak alam dengan
menggunakan bahan kimia, berbeda dengan kebanyakan masyarakat lain yang
menggunakan pupuk kimia dengan tujuan hasil panen yang melimpah dan cepat,
tetapi tidak memperdulikan lingkungan alam yang akan rusak karena bahan kimia
dalam pupuk yang digunakan. Selain itu Penanggulangan hama padi pada masyarakat
Baduy bersifat mengusir daripada membunuh. Dalam bertani, mereka selalu menjaga
keselarasan dengan alam, bukannya melawan alam. Maka dari itu, dalam
penanggulangan hama padi huma, masyarakat Baduy lebih memilih racikan
biopestisida dan rawun pare daripada pestisida pabrikan yang dianggap dapat
meracuni dan merusak lingkungan. Upaya mengusir hama padi huma tersebut
tampaknya cukup berhasil. Buktinya, kejadian puso panen padi huma akibat gangguan
hama sangat jarang terjadi di Baduy. Mengapa demikian? Pasalnya, berbagai
tumbuhan untuk biopestisida atau rawun pare orang Baduy dikenal secara ilmiah (etik)
termasuk kategori tumbuhan pengusir hama (repellent).
Hasil
panenan suku baduy yang berupa padi pun tidak boleh dijual, padi hanya untuk
kebutuhan mereka saja, tidak diperjual belikan, mereka hanya menjual hasil
panenan lainnya seperti pisang, durian, dan lain-lain, aturan ini juga
dilaksanakan oleh semua masyarakat baduy. Untuk memenuhi kebutuhan tambahan
mereka seperti biaya untuk upacara-upacara adat mereka menjual madu, kain
songket, kerajinan-kerajinan tangan, tas, dan lain-lain, uang yang didapatkan
dari hasil itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, kebutuhan yang
tidak mereka hasilkan seperti garam, minyak, serta bumbu-bumbu. Madu Baduy
sangat terkenal di daerah Banten karena tidak dicampur dengan bahan lainnya,
sehingga sering disebut madu asli. Mereka menjual madu dan hasil kerajinan
lainnya sampai ke kota.
. Ada dua
sistem pemerintahan yang digunakan oleh masyarakat Baduy, yaitu struktur
pemerintahan nasional yang mengikuti aturan negara Indonesia dan struktur
pemerintahan adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercayai oleh masyarakat.
Kedua sistem pemerintahan tersebut digabungkan dan dibagi perannya sedemikian
rupa sehingga tidak ada benturan dalam menjalankan tugasnya. Seluruh masyarakat
Baduy paham dan saling menghargai terhadap kedua sistem tersebut, sehingga
mereka tahu harus kemana jika ada urusan atau permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
Pemimpin
adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "Pu'un" yang ada di
tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak
otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu
jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang
memegang jabatan tersebut.
Pelaksana
sehari-hari pemerintahan adat kapu'unan (kepu'unan) dilaksanakan oleh jaro,
yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan
hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka
bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di
dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah
dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro
duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara
adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan
pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan
kokolot lembur atau tetua kampung.
Suku Baduy
sangat memegang teguh pikukuh karuhun, yakni suatu doktrin yang
mewajibkan mereka melakukan berbagai hal sebagai amanat leluhurnya (Kurnia,
2010: 28) Pikukuh karuhun tersebut antara lain mewajibkan mereka untuk:
1. Bertapa Bagi
Kesejahteraan dan Keselamatan Pusat Dunia dan Alam Semesta.
2. Memelihara
Sasaka Pusaka Buana.
3. Mengasuh
Ratu Memelihara Menak.
4. Menghormati
Guriang dan Melaksanakan Muja.
5.
Mempertahankan
dan Menjaga Adat Bulan Kawalu
6. Menyelenggarakan
dan Menghormati Upacara Adat Ngalaksa
7. Melakukan
Upacara Seba Setahun sekali.
Upacara Seba sudah menjadi tradisi yang sifatnya wajib dilaksanakan
setahun sekali pada bulan Safar awal tahun baru sesuai dengan penanggalan adat
Baduy (berkisar bulan April-Mei pada tahun Masehi). Tujuan dari kegiatan ini
adalah ekspresi rasa syukur dan penghormatan Suku Baduy kepada Pemerintah.
Bentuk rasa syukur dan penghormatan ini dengan mempersembahkan sesuatu yang
dianggap berharga (sesaji, dalam konteks ini adalah hasil panen) bagi Suku
Baduy untuk diberikan kepada Pemerintah (dalam hal ini Bupati Kabupaten Lebak).
Adapun mitos dibalik Upacara Seba yaitu Bhatara Tunggal dipercaya
oleh Suku Baduy sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Tempat kediamannya
terletak di hulu sungai Ciujung dan Cisimeut. Tempat keramat tersebut oleh Suku
Baduy dinamakan Arca Domas, yang tertutup bagi siapapun kecuali pemimpin Suku
Baduy atau Puun (Rafiudin, 1995: 21).
Sungguh sebuah nilai kearifan lokal dimana tujuan upacara seba adalah
sebagai rasa ucap syukur kepada pemerintah, masyarakat baduy memberikan hasil
panenanya kepada pemerintah dengan tulus dan tanpa mengharapkan imbalan
tertentu. Begitu arif masyarakat Baduy, padahal masyarakat baduy sendiri hampir
dipastikan jarang mendapat perhatian dari pemerintah, karena memang masyarakat
baduy menutup diri dari lingkungan luar, tetapi mereka tetap mengadakan upacara
sebagai bentuk rasa syukur mereka kepada pemerintah, bayangkan pada kebanyakan
masayarakat indonesia saat ini, mereka mendapat perhatian yang banyak dari
pemerintah, mereka banyak menikmati fasilitas publik, rumah sakit, sekolah,
jalan raya, dan lain-lain tetapi apa mereka pernah mengadakan sebuah acara
sebagai rasa syukur mereka kepada pemerintah? Jarang, bahkan sulit ditemukan,
mereka banyak yang hanya mengkritik pemerintah, tetapi suku Baduy, yang jarang
diperhatikan, tidak banyak memanfaatkan dan menerima fasilitas publik, mereka
tetap bersyukur, begitu jelas terlihat bagaimana nilai-nilai kearifan lokal
yang mereka junjung.
b. Kearifan Lokal Suku Baduy Luar
Masyarakat Baduy Luar merupakan masyarakat yang telah diasingkan dari Baduy
Dalam. Ada beberapa alasan mengapa mereka diasingkan antara lain adalah hal
tersebut merupakan keinginan mereka sendiri untuk meninggalkan wilayah Baduy
Dalam, mereka telah melanggar adat istiadat yang berlaku di masyarakat Baduy
Dalam, ataupun kerena mereka menikah dengan orang Baduy Luar. Ciri-ciri khas
masyarakat:
· Mereka telah mengenal
teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk
setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar.
· Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dan
lain-lain, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam. (Baduy Luar)
· Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk
laki-laki), yang menandakan bahwa
mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan
celana jeans. (Baduy Luar)
· Kelompok masyarakat panamping (Baduy Luar), tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi
(di luar) wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, dan lain sebagainya. (Baduy Luar)
Kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Baduy Luar pada
dasarnya masih memiliki kesamaan dengan kebiasaan dan adat istiadat masyarakat
Baduy Dalam akan tetapi masyarakat Baduy Luar telah mengenal dan menggunakan
teknologi, dapat menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi, diperbolehkan
menggunakan alas kaki, alat untuk membuat rumah pun sudah menggunakan gergaji,
paku, palu dan lain sebagainya yang dalam masyarakat Baduy Dalam itu tidak
diperbolehkan. Untuk membedakan masyarakat suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar
itu dapat dilihat dari pakaian mereka, jika masyarakat suku Baduy Dalam
menggunakan pakaian sampai ikat kepala berwarna putih, suku Baduy Luar
menggunakan pakaian serba hitam hal itu karena mereka dianggap sudah tidak suci
lagi bahkan masyarakat suku Baduy Luar sebagian besar telah menggunakan pakaian
modern. Mata pencaharian mereka adalah bertani, menenun, membuat pakaian ciri khas
suku Baduy Luar, ataupun membuat pernak-pernik ciri khas suku Baduy.
Baduy Panamping ( Baduy Luar ), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
kabupaten Lebak. Mereka memiliki ciri sebagai berikut: berpakaian serba hitam,
ikat kepala batik biru tua, boleh bepergian dengan naik kendaraan, berladang
berpindah-pindah, menjadi buruh tani, mudah diajak berbicara tapi masih tetap
terpengaruh adanya hukum adat karena mereka masih harus patuh dan taat terhadap
Hukum adat. Jenis kendaraan apapun harus ditinggalkan Desa Cibolegar dan
mulailah Anda menjelajahi alam Baduy dengan berjalan kaki. Suasana di kawasan
Baduy sangat sejuk dan alami, tidak ada polusi udara dan pencemaran lingkungan.
Perjalanan dari kampung ke kampung lainnya dilalui lewat jalan setapak yang kadang-kadang
melintasi sungai dan bukit-bukit atau melewati jembatan bambu berkonstruksi
alami tanpa menggunakan paku.
Berada di perkampungan Baduy terasa seperti kita berada dalam suasana zaman
dahulu. Masyarakatnya masih hidup dalam nilai-nilai tradisional yang kental,
tidak ada sentuhan teknologi modern sama sekali. Jika malam tiba suasana
hening, tenang dan gelap datang menyergap. Tidak ada gemerlapan cahaya lampu
listrik, yang ada hanya kedipan sinar yang berasal dari lampu teplok yang diisi
dengan minyak kelapa atau minyak jarak dengan sumbu sabut kelapa. Di
perkampungan ini yang terdengar hanyalah suara alam dengan gemericik air dari
sungai yang berbatuan, suara kicau burung dan desau angin menerpa dedaunan.
Adapun prinsip hidup masyarakat Baduy yang selaras dengan alam adalah
petatah-petitih masyarakat ada Baduy yaitu:
Gunung tak diperkenankan dilebur
Lembah tak diperkenankan dirusak
Larangan tak boleh di rubah
Panjang tak boleh dipotong
Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditolak
Yang jangan harus dilarang
Yang benar haruslah dibenarkan
artinya:
gunung tak boleh dihancurkan
lembah tak boleh dirusak
larangan tak boleh dilanggar
buyut tak boleh diubah
panjang tak boleh dipotong
pendek tak boleh disambung
yang bukan harus ditiadakan
yang jangan harus dinafikan
yang benar harus dibenarkan
gunung tak boleh dihancurkan
lembah tak boleh dirusak
larangan tak boleh dilanggar
buyut tak boleh diubah
panjang tak boleh dipotong
pendek tak boleh disambung
yang bukan harus ditiadakan
yang jangan harus dinafikan
yang benar harus dibenarkan
Bukti bahwa masyarakat Baduy luar juga hidup berdampingan dengan alam
secara harmonis yaitu masyarakat Baduy sangat menjaga air agar selalu jernih
dan bersih sehingga bisa dipakai untuk kehidupan sehari-hari. Masyarakat Baduy
luar yang sebagian sudah memiliki kamar mandi maupun WC dirumah panggungnya,
memiliki aturan untuk tidak membuang sampah, menggunakan sabun, deterjen dan
bahan-bahan kimia lain yang dapat mengotori sungai. Selain itu, pembagian
area-area dalam pemanfaatan sungai juga merupakan sebuah konsep dalam
memperhatikan daya pulih air. Setiap kampung telah memiliki area-area khusus
dalam pemanfaatan sungai. Area sungai untuk mandi, mencuci, buang air dan
konsumsi memiliki areanya masing-masing sehingga masyarakat memperoleh air yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan.
Masyarakat Baduy luar maupun dalam menyimpan hasil panen padi huma di
sebuah leuit, lumbung padi. Leuit dibangun di pinggiran tiap kampung. Setiap
keluarga memiliki leuit. Leuit adalah wujud pemahaman masyarakat Baduy tentang
ketahanan pangan. Kondisi adanya leuit membuat masyarakat Baduy tidak
kekurangan bahan pangan. Selain itu, apabila masyarakat Baduy akan menggunakan
kayu maka kayu yang akan dipakai adalah kayu- kayu yang telah kering dan tua.
kayu bakar tersebut diperoleh dari pohon yang sudah dimakan rayap atau batang
pohon dan ranting yang jatuh terserak. Masyarakat Baduy tidak menebang pohon
untuk kayu bakar. Kearifan lokal ini menjadikan Baduy dan hutan di sekitarnya
hidup harmonis selama ratusan tahun.
Untuk menjaga kemurnian adat dari pencemaran budaya luar yang dibawa para
wisatawan dalam mengunjungi kawasan pemukiman kaum Baduy,
sesekali jaro (kepala desa) Baduy Dalam melakukan sidak ke desa Baduy
Luar. Itu untuk meneliti apakah ada benda-benda yang bisa melunturkan
kepercayaan mereka. Mereka kadang menyita radio yang dianggap melunturkan
kepercayaan adat mereka. Selama ini, tanpa bunyi sepeda motor, radio, televisi
dan mesin apa saja apa saja yang menimbulkan asap dan bunyi-bunyian, maka
desa-desa Baduy adalah titik tenang. Bunyi gemeletak alat penenun menjadi irama
lembut yang menemani keheningan alam di sana.
3.
Simpulan
Kearifan lokal merupakan pengetahuan masyarakat berdasarkan pengalaman yang
menjadikan kebiasaan serta mewujudkan menjadi kebudayaan dan diwariskan
secara turun-temurun dari nenek moyangnya (Baramuli et al. 1996 : 38).
Secara sederhana dapat diartikan sebagai kebijakan setempat atau cara berfikir
masyarakat berdasarkan pengetahuannya.
Nilai-nilai kearifan masyarakat baduy yang sederhana dengan tidak
mementingkan materi dalam kehidupannya menjadi sebuah contoh dimana mereka
hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan primernya, bahkan dalam bertani mereka
mengikuti aturan-aturan yang ada dimasyarakat, diantaranya tidak menggunakan
pupuk kimia, masyarakat baduy memupuk tanamanya dengan pupuk buatan mereka
sendiri dari bahan-bahan organik, sebuah nilai kearifan lokal masyarakat baduy
yang tidak mau merusak alam dengan menggunakan bahan kimia, berbeda dengan
kebanyakan masyarakat lain yang menggunakan pupuk kimia dengan tujuan hasil
panen yang melimpah dan cepat, tetapi tidak memperdulikan lingkungan alam yang
akan rusak karena bahan kimia dalam pupuk yang digunakan.
Kehidupan
mereka yang sederhana membuat mereka tidak terlalu mementingkan harta, yang
penting uang yang mereka miliki cukup untuk makan dan kebutuhuan penting
lainya. Sebuah nilai kearifan lokal yang sekarang ini jarang bisa ditemui lagi
mengingat sekarang ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa uang adalah
segalanya dan uang adalah raja yang harus mereka cari dan kumpulkan
sebanyak-banyaknya untuk keberlangsungan hidup mereka.
Ditengah-tengah
gempuran modernitas dan globalisasi saat ini, suku baduy berusaha untuk menjaga
nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya. Kearifan lokal yang
diterapkan dimasyarakat baduy memberikan banyak pelajaran berharga untuk
masyarakat kita yang sudah banyak sekali termakan oleh modernitas, oleh karena
itu banyak sekali baik individu atau kelompok yang datang dan berkunjung ke
suku baduy baik untuk melihat keindahan alam, maupun belajar akan nilai-nilai
kearifan lokal yang ada dimasyarakat suku baduy. Hebatnya lagi adalah kemampuan
suku baduy untuk bisa mempertahankan kebudayaanya dari kebudayaan-kebudayaan luar
yang masuk melalui para pengunjung yang datang.
Kemampuan
masyarakat baduy yang bisa menjalankan dua sistem pemerintah baik itu sistem
adat dan sistem pemerintahan nasional, merupakan bukti kemampuan hebat yang
didasari oleh nilai-nilai kearifan lokal masyarakat untuk tetap melestarikan
adat istiadat tetapi juga tetap menggunakan sistem pemerintahan nasional
sebagai rasa nasionalisme warga masyarakat baduy. Menggunakan dua sistem
kepemerintahan sekaligus tentunya jelas akan banyak hambatan yang ada
dalam pelaksanaanya karena bisa saja aturan yang ada saling tumpang tindih atau
bahkan berbenturan, tetapi kemampuan masyarakat Baduy untuk memposisikan
dirinya menjadi salah satu kunci keberhasilan dua sistem ini digunakan secara
bersamaan.
Prinsip kearifan yang dipatuhi secara turun temurun oleh masyarakat Baduy
ini membuat mereka tampil sebagai sebuah masyarakat yang mandiri, baik secara
sosial maupun secara ekonomi. Karena itu, ketika badai krisis keuangan global
melanda dunia, dan merontokkan pertahanan ekonomi kita di awal tahun milennium
ini, suku Baduy terbebas dari kesulitan itu. Hal itu berkat kemandirian mereka
yang diterapkan dalam prinsip hidup sehari-hari.
Masyarakat Baduy sangat percaya bahwa
segala sesuatu di alam ini telah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Oleh
karenanya, sebagai manusia yang juga diciptakan, manusia tidak memiliki
kepatutan untuk merusak seperti memotong atau menyambung. Konsep hidup yang
diserahkan pada gagasan natural ini jelas memperkuat masyarakat Baduy secara
umum bahwa mereka dilahirkan untuk menjaga stabilitas alam agar tetap seimbang. Kesederhanaan hidup
ini adalah cara mereka untuk “bersatu” dengan alam. Pikukuh yang menjadi pegangan hidup mereka dianggap sebagai
harga mati dan tak boleh diubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar