Rabu, 02 Desember 2015

HASIL OBSERVASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS




 KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah  kami panjatkan kehadirat ALLAH  SWT, karena atas  segala rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Walau pun  dalam penyelesaiannya banyak  sekali mendapat  hambatan – hambatan, namun pada akhirnya semua hambatan  tersebut  dapat teratasi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi. Tujuan  penyusunan  makalah ini  adalah  untuk  mengenali dan memahami  anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam penglihatan (Tunanetra),
Kami menyadari, bahwa dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan kami dalam penyusunan makalah  ini, dirasakan masih jauh dari sempurna, maka untuk itu kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan makalah ini.
Mudah-mudahan segala amal baik yang telah diberikan kepada kami  mendapat balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Harapan  kami mudah-mudahan makalah  ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.


Serang,   September  2015



Penyusun








Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang.............................................................................................
B.       Rumusan Masalah........................................................................................
C.       Tujuan Penelitian.........................................................................................
D.       Manfaat Penulisn.........................................................................................

BAB II  KAJIAN TEORI
A.      Definisi Anak Berkebutuhan Khusus........................................................ 5
B.       Definisi Anak Tunanetra........................................................................... 6
C.       Karakteristik Anak dengan Kebutuhan Khusus (Tunanetra).................... 7
D.      Klasifikasi Tunanetra................................................................................. 8
E.       Layanan Pendidikan Tunanetra................................................................. 9
F.        Prinsip – prinsip pembelajaran anak Tunanetra.......................................... 10
G.      Fasilitas atau Alat-alat yang Diperlukan dalam Belajar Anak Tunanetra..

BAB III  PEMBAHASAN
A.    Profil sekolah............................................................................................
B.     Identitas Siswa.........................................................................................
C.     Pelaksanaan Observasi.............................................................................
1.      Tempat Observasi...............................................................................
2.      Waktu Observasi................................................................................
3.      Subjek Penelitian................................................................................
4.      Hasil Observasi...................................................................................

BAB IV  PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................
Saran...............................................................................................................
Lampiran........................................................................................................










BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Kegiatan observasi ini  merupakan kegiatan pembelajaran mata kuliah Pendidikan Inklusi di Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kegiatan observasi ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengenal secara langsung anak anak yang berkebutuhan khusus, terutama anak yang mengalami tunanetra. Dengan mata kuliah ini diharapkan  dapat membantu para mahasiswa sebagai calon guru dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu adanya identifikasi bagi anak didik berkebutuhan khusus agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin. Setelah dilakukan identifikasi, selanjutnya diberikan program pelayanan sesuai kebutuhan masing-masing yang kemudian sebagai acuan untuk pemberian layanan Pendidikan Khusus secara inklusif.  Berdasarkan peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya yang diselenggarakan secara inklusif.
Yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam  pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Mengalami  hambatan dalam belajar dan perkembangan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus diantaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,anak autis, anak lamban belajar dan anak dengan kecerdasan istimewa (gifted and talented).
Pada kesempatan ini dilakukan observasi ke Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang yang merupakan salah satu sekolah negeri bagi anak berkebutuhan khusus.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses kegiatan belajar mengajar anak berkesulitan belajar?
2. Sebutkan apa saja karakteristik anak yang berkesulitan belajar?
3. Apa saja kendala yang dihadapi guru dalam mengajar anak berkesulitan            belajar?
4. Bagaimana bentuk layanan pendidikan yang diberikan pada anak berkesulitan belajar?
       
       
1.3  Tujuan Observasi
1. Untuk mengetahui secara langsung bagaimana kegiatan belajar mengajar anak mengalami berkesulitan belajar.
2. Untuk mengetahui karakteristik anak yang berkesulitan belajar.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam mengajar anak berkesulitan belajar
4. Untuk mengetahui layanan pendidikan yang sesuai untuk anak berkesulitan belajar

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yakni untuk memberikan informasi dan pemahaman konseptual mengenai anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar di Sekolah Reguler













BAB II
KAJIAN TEORI

A.      Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.

B.       Definisi Anak Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

C.      Karakteristik Anak dengan Kebutuhan Khusus (Tunanetra)
Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini ciri-ciri yang menonjol dari anak dengan kebutuhan khusus (tunanetra).
Ciri-ciri tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan adalah sebagai berikut, tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan, mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering, peradangan hebat pada kedua bola mata, mata bergoyang terus.

D.      Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Totally Blind) dan low vision.
1)        Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan:
·      Mengenal bentuk atau obyek dari berbagai jarak
·      Menghitung jari dari berbagai jarak
·      Tidak mengenal tangan yang digerakkan
2)        Kelompok yang Mengalami Keterbatasan Penglihatan yang Berat (Buta) :
·      Yang tergolong mempunyai persepsi cahaya (light perception)
·      Yang tergolong tidak memiliki persepsi cahaya (no light perception)
E.       Layanan Pendidikan Tunanetra
Layanan Pendidikan Tunanetra Dikelompokkan Menjadi:
·           Mereka mampu membaca cetakan standart
·           Mampu membaca cetakan standart dengan menggunakan kaca pembesar
·           Mampu membaca cetakan besar (ukuran huruf:18)
·           Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan reguler dan catakan besar
·           Membaca cetakan besar dengan kaca pembesar
·           Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya (sangat berguna untuk mobilitas)
·           Menggunakan Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya

F.       Prinsip – prinsip pembelajaran anak Tunanetra
Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :
1)      Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Pada siswa yang mengalami ketunanetraan harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education Program – IEP).
2)      Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan.
3)      Prinsip totalitas
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek.
4)      Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)
Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat. Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.
Pola Pembelajaran
Permasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian. Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum. Dalam strategi pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisa disampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi, dan mana yang harus dihilangkan sama sekali.

G.      Fasilitas atau Alat-alat yang Diperlukan dalam Belajar AnakTunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a)      Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1.      Reglet dan pena atau stilus
2.      Mesin tik Braille
3.      Komputer dengan program Braille
4.      Printer Braille
5.      Abacus
6.      Calculator bicara
7.      Kertas braille
8.      Penggaris Braille
9.      Kompas bicara
10.  Tongkat putih
11.  Tongkat Laser (Laser Cane)
12.  Sonic Guide (Penuntun Bersuara).
b)      Alat Peraga. Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
1.      benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan
2.      benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan
3.      benda asli yang dikeringkan
4.      benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.

Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuaian untuk informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan dengan gedung, seharusnyajumlah parit yang sedikit dan variasi tinggi rendah lantainya, menghindari dinding yang mempunyai sudut lancip dankeras. Perabot sekolah sedapat mungkin memiliki sudut yang tumpul.
Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan anak tunanetra menurut Anastasia Widjajanti dan Immanuel Hitipeuw (1995) adalah Braille dan peralatan orientasi dan mobilitas, serta media pelajaran yang memungkinkan anak untuk memanfaatkan fungsi peraba dengan optimal.


Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra antara lain adalah :
a.       Huruf Braille
Huruf Braille merupakan fasilitas utama penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Cara membaca huruf Braille sama seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan membaca. Cara menulis huruf Braille tidak seperti pada umumnya yaitu mulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis Braille secara negatif akan menghasilkan tulisan secara timbul positif, yang dibaca adalah tulisan timbulnya.
Ada tiga cara untuk menulis Braille, yaitu dengan (1) reglet dan pen atau stilus, (2) mesin tik Braille, dan (3) computer yang dilengkapi dengan printer Braille. Media yang digunakan berupa kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang lain). Kertas standar untuk Braille adalah kertas braillon.
b.      Tongkat putih
Tongkat putih merupakan fasilitas pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya. Berbagai media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.
Program latihan orientasi dan mobilitas meliputi jalan dengan pendamping awas, jalan mandiri, dan latihan bantu diri (latihan di kamar mandi dan WC, latihan di ruang makan, latihan di kamar tidur, latihan di dapur, latihan di kamar tamu) dan latihan orientasi sekolah.
c.       Laser cane (tongkat laser)
Tongkat laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar inframerah untuk mendeteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda lisan (suara), serta dapat juga menggunakan alat bantu yang lainnya yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan.




BAB III
PEMBAHASAN

PROFIL SEKOLAH
1.    IDENTITAS SEKOLAH
Nama Sekolah                                : SKh. Negeri 02 Kota Serang
N.I.S                                               : -
N.S.S                                              : 1027. 20605332
NPSN DIKDAS                            : 20605332
NPSN DIKMEN                            : 55720007
Alamat Sekolah
a.    Jalan                                : Jl. Raya Petir, Kp. Prapatan
b.    Desa / Kelurahan            : Curug
c.    Kecamatan                      : Curug
d.    Kota                                : Serang
e.    Provinsi                           : Banten
Nomor Telepon                               : -
Email                                              : skh.n_02_kota_serang@yahoo.co.id
Kode Pos                                        : 42171
Surat Keputusan / SK                     : 800/0077-Dindik/2005  Tgl. 31 Mei 2005
Penerbit SK (di tandatangani oleh): Kepala Dinas
Tahun Berdiri                                 : 2005
Status Sekolah                                : Negeri
Akreditasi                                       : B
Bangunan Sekolah              : Milik Pemerintah
Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi
Kondisi Tanah Bangunan
a.    Luas Tanah                      : 10.000 m2
b.    Luas Bangunan               : 5.000 m2
Sarana dan Prasarana Sekolah:
Ø  Gedung Sekolah
Ø  Perpustakaan
Ø  Keterampilan Komputer / ICT
Ø  Keterampilan Tata Busana
Ø  Keterampilan Tata Boga
Ø  Keterampilan Outomotif
Ø  Keterampilan Tata Rias
Ø  Ruang Terapi / UKS
Ø  Mushola
Ø  Taman Bermain

II.        IDENTITAS SISWA
Nama   : Tita Arisky
Umur   : 13 tahun
Nama anggota keluarga :
Ibu        : Ren Falah
Kakak   : Seto
Yang mengantar dan menjemput sekolah: Ibu
Nama ibu guru                        : Ibu Yanti, S.pd
Nama teman-teman     :  Yusuf, Zayan, Dea
Cita-cita                      : Guru ngaji

Karakteristik anak tunanetra:
·         Ciri-ciri fisik:
-          Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
-           Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
-          Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
-          Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
-          Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh. 
-       Tidak mampu melihat.
-       Mata bergoyang terus
·         Intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya
·         Sosial
-          Menutup diri
-          Perasaan mudah tersinggung
-          Curiga terhadap orang lain
-          Mengenal orang lewat suara/rabaan
-          Antisipasi terhadap orang yang pernah mengecewakannya


III. PELAKSANAAN OBSERVASI

1.      Tempat Observasi
a.   Nama Sekolah             : Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang
b.   Alamat                                    : Jl. Raya Petir, Kp. Prapatan
c.   Kelurahan                    : Curug
d.   Kecamatan                  : Curug
e.   Kabupaten/kota           : Kota Serang

2.  Waktu Observasi
Kegiatan observasi dilakukan di Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang, yang dilaksanakan pada hari Senin 13 September mulai pukul 08.00 hingga pukul 11.00 WIB.

3.  Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa yang mengalami gangguan penglihatan (Tuna Netra) di Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang, dengan jumlah siswa sebanyak 5 anak yang terdiri dari 1 orang siswa kelas 5, 6 SD dan kelas 1, 2, dan 3 SMP. Akan tetapi subjek penelitian kami adalah siswa kelas VI yang bernama Tita Arisky.
5.      Hasil Observasi
Kegiatan observasi yang kami lakukan bertempat di SDS  YPKS 1 Cilegon. SDS YPKS 1 Cilegon terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 7 Komplek PT Krakatau Steel. 
Berdasakan hasil observasi yang telah kami lakukan Di SDS YPKS 1 Cilegon, SDS YPKS 1 Cilegon menerapkan kurikulum 2013. Kami melakukan pengamatan pada siswa kelas 3A. Dimana mata pelajaran IPA menurut kurikulum 2013 terintegrasi kedalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Adapun dalam pembelajaran IPA itu sendiri SDS YPKS 1 Cilegon menekankan sistem pembelajaran PAKEM, dimana siswa dituntut untuk aktif, kreatif, namun pembelajarannya tetap menyenangkan bagi peserta didik. Menurut penuturan salah satu guru kelas di SDS YPKS 1 Cilegon, dalam pembelajaran IPA peserta didik sering melakukan belajar di luar kelas, mereka di bimbing oleh guru untuk mengamati atau melakukan pengamatan ataupun praktik. Seperti mengamati bentuk-bentuk daun, macam-macam batang, bahkan melakukan praktik penanaman, seperti mencangkok, stek, menanam umbi-umbian. Dalam melakukan praktik, peserta didik di bagi kedalam beberapa kelompok dari 20 siswa. Kemudian mereka di berikan tugas untuk menyusun laporan hasil pengamatan yang mereka lakukan dan format laporan praktikum di berikan oleh guru sehingga siswa hanya mengikuti format yang sudah diberikan oleh guru yang disesuaikan dengan RPP. Namun sebelum melakukan praktik langsung, peserta didik diberikan materi terlebih dahulu sebagai petunjuk dalam melakukan praktiknya. Metode seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap motivasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa lebih memahami tentang materi yang diajarkan dan lebih lama untuk mengingat materi yang disampaikan. Namun ada beberapa kendala dalam proses pembelajaran IPA di SDS YPKS 1 Cilegon itu sendiri, yaitu terbatasnya waktu dalam proses pembelajaran, serta alat dan bahan untuk praktik. Mata pelajaran IPA itu sendiri

Di SDS YPKS 1 Cilegon belum tersedia LAB IPA, hanya ada LAB bahasa dan LAB Komputer. Akan tetapi sarana dan prasarana di SD tersebut cukup memadai. Seperti KIT IPA yang lengkap.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari laporan hasil observasi anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan penglihatan (tunanetra) di Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang, antara lain:
Anak dengan ganggua n penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan  khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Karakteristik anak tunanetra:
·         Ciri-ciri fisik:
-       Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
-       Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
-       Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
-        Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
-       Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh. 
-       Tidak mampu melihat.
-       Mata bergoyang terus
·         Intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya
·         Sosial
 - Menutup diri
- Perasaan mudah tersinggung
- Curiga terhadap orang lain
- Mengenal orang lewat suara/rabaan
- Antisipasi terhadap orang yang pernah mengecewakannya
Kurikulum, strategi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang ada di YKAB sama dengan sekolah umum, hanya memerlukan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Evaluasi pembelajaran hampir sama dengan sekolah normal hanya saja saat Ujian menggunakan huruf Braile.


4.2 Saran
Untuk meningkatkan proses pembelajaran yang optimal di Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang, sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran perlu ditingkatkan terutama alat peraga bagi tunanetra. Selain itu perlunya penambahan jumlah tenaga pendidik khususnya untuk guru mengajar siswa tunanetra, agar kegiatan pembelajaran berjalan lebih efektif.



































  
Daftar Pustaka




2 komentar: