Jenis Makna
Sebuah kata mempunyai makna kognitif
(denotatif, deskriptif), makna konotatif dan makna emotif. Kata dengan makna
kognitif ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, kata kognitif ini dipakai dalam
bidang teknik. Kata konotatif dalam bahasa Indonesia cenderung bermakna
negatif, sedangkan kata emotif memiliki makna positif. Berikut akan dibahas
mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan
oleh para ahli bahasa.
1. Makna Sempit
Makna sempit (narrowed meaning) adalah
makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas
dapat menyempit, karena dibatasi (Djajasudarma, 1993). Bloomfield mengemukakan
adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujaran. Makna luas
dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas (generik)
dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) karena dibatasi. Perubahan makna
suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga
bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang
relatif permanent, dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah-ubah.
Sesuatu yang menjadi harapan adalah menemukan alasan mengapa terjadi perubahan,
melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.
Kridalaksana (1993: 133), memberikan
penjelasan bahwa makna sempit (specialised meaning, narrowed meaning)
adalah makna ujaran yang lebih sempit daripada makna pusatnya; misalnya, makna kepala
dalam kepala batu. Selanjutnya, Djajasudarma (1993: 7-8) menjelaskan
bahwa kata-kata bermakna luas di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum
(generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan
atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan
menyempit
(memiliki makna sempit), seperti pada
contoh berikut.
(1) pakaian dengan pakaian wanita
(2) saudara dengan saudara kandung saudara
tiri saudara sepupu
(3) garis dengan garis bapak garis
miring dan sebagainya.
2. Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau
extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas
dari yang diperkirakan (Djajasudarma, 1993: 8). Dengan pengertian yang hampir
sama, Kridalaksana (1993: 133) memberikan penjelasan bahwa makna luas (extended
meaning, situational meaning) adalah makna ujaran yang lebih luas
daripada makna pusatnya; misalnya makna sekolah pada kalimat Ia bersekolah
lagi di SESKOAL yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’. Kata-kata
yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang
umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau
kata-kata yang bermakna luas dengan unsure pembatas. Kata-kata bermakna sempit
digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat
umum. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang
sempit, seperti pada contoh bahasa Indonesia berikut.
a. pakaian
dalam dengan pakaian
b. kursi
roda dengan kursi
c. menghidangkan
dengan menyiapkan
d. memberi
dengan menyumbang
e. warisan
dengan harta
3 Makna Kognitif
Makna kognitif disebut juga makna
deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara
konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa
adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda
nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus
(Djajasudarma, 1993:9). Makna kognitif sering digunakan dalam istilah teknik.
Seperti telahdisebutkan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif,
makna denotatif, dan makna kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah
dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan
dengan benda lain atau peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya,
bukan makna kiasan atau perumpamaan.
4. Makna Konotatif dan Emotif
Makna kognitif dapat dibedakan dari
makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu hubungan antara kata
dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan
antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar
bahasa; dan hubungan antara kata (ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu yang
bersifat konotatif atau emotif.
Makna konotatif adalah makna lain yang
ditambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang
atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi,
pada orang yang beragama Islam kata babi tersebut mempunyai konotasi
negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata tersebut.
Contoh lain, kata kurus, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki
nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang bersinonim dengan kata kurus
memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan, orang akan senang
bila dikatakan ramping. Begitu juga dengan kata kerempeng, yang
juga bersinonim dengan kata kurus dan kata ramping, mempunyai
konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa
tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
Makna konotatif dapat dibedakan dari
makna emotif karena yang disebut pada bagian pertama bersifat negative dan yang
disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai akibat
asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar.
Makna konotatif atau emotif sangat luas dan tidak dapat diberikan secara tepat.
Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang
menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya,
dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan),
serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke
zaman. Makna konotatif dan
emotif dapat bersifat insidental.
Makna emotif (bahasa Inggris emotive
meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar;
penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna
kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference)
dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya
sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993). Suatu
kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata
dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat
memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia
cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada
hal-hal (makna) yang negatif.
5. Makna Referensial
Makna referensial (referential
meaning) adalah makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh
analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi (Kridalaksana,
1993: 133).
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna
referensial kalau ada referentnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda,
merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna
referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata
seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk katakata yang tidak
bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referent.
6. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (bahasa Inggris construction
meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi. Misalnya, makna
milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping
itu, makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang
menunjukkan kepunyaan.
Contoh-contoh yang diberikan
Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain:
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu?
7. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical
meaning, semantic meaning, exsternal meaning) adalah makna unsur-unsur
bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal
ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.
Misalnya, kata culture (bahasa Inggris) ‘budaya’, di dalam kamus
Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan,
kebudayaan; (2) pemeriharaan biakan (biologi); sedangkan di dalam Kamus
Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal
budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang
(beradab, maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan
yang ada dalam kamus disebut makna leksikal (Djajasudarma, 1993). Dengan
demikian makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem
atau kata meski tanpa konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda, memiliki
makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem
pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari
kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘sejenis
barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi,
kalau dilihat dari contohcontoh
tersebut, makna leksikal adalah makna
yang sebenarnya. Lain dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau
terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi.
Misalnya, proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan
makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan
makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dan dengan dasar rekreasi melahirkan
makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
8. Makna Ideasional
Makna idesional dijelaskan Djajasudarma
(1993), makna idesional (bahasa Inggris ideational meaning) adalah makna
yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep atau ide yang
terkandung di dalam satuan katakata, baik bentuk dasar maupun turunan. Kita
mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah
politik (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan
atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuaan yang sama bagi semua warga negara. Kata demokrasi ini kita lihat di
dalam kamus, dan kalau diperhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam
pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep yang menjadi ide kata
tersebut. Demikian juga dengan kata partisipasi mengandung makna
idesional ‘aktivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan
(sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita
dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.
9. Makna Proposisi
Makna proposisi (bahasa Inggris propositional
meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang
sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi dapat kita lihat di bidang
matematika, atau di bidang eksaktra. Makna proposisi mengandung pula saran,
hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks (Djajasudarma, 1993). Di
bidang eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut
siku-siku makna proposisinya adalah sembilan puluh derajat (900). Makna
proposisi dapat diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat
diubah lagi, misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a. Satu tahun sama dengan dua belas bulan.
b. Matahari terbit di ufuk timur.
c. Satu hari sama dengan dua belas jam.
d. Makhluk hidup akan mati.
e. Surga adalah tempat yang sangat baik.
Dan sebaginya.
10. Makna Pusat
Kridalaksana (1993: 133) memberikan arti
makna pusat (central meaning) adalah makna kata yang umumnya dimengerti
bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak
berciri. Makna pusat (bahasa Inggris central meaning) adalah makna yang
dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa,
kalimat, maupun wacana, memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan.
Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks. Seseorang
yang berdialog dapat berkomunikasi dengan komunikatif tentang inti suatu
pembicaraan, serta pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau
dialog karena penalaran yang kuat. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam
ekspresi berikut.
a. Meja itu bundar.
b. Ali seorang laki-laki.
c. Harga-harga semakin memuncak.
d. Akhir-akhir ini sering terjadi
banjir.
e. Ia menghidupi anak-istrinya dengan
bekerja memeras keringat. Dan sebagainya.
11. Makna Piktorial
Makna piktorial adalah makna suatu kata
yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Misalnya, pada situasi
makan kita berbicara tentang sesuatu yang menjijikan dan menimbulkan perasaan
jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan
(Djajasudarma, 1993). Perasaan muncul segera setelah mendengar atau membaca
sesuatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula
berupa perasaan gembira, di samping perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau
setiap saat dapat kita alami. Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan
makna piktorialnya.
a. Kenapa kausebut nama dia.
b. Kakus itu kotor sekali.
c. Ah, konyol dia.
d. Ia tinggal di gang yang becek itu.
e. Mobil itu hampir masuk jurang. Dan
sebagainya.
12. Makna Idiomatik
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya
tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun
secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna
‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual
sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima
sepeda’; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi, tidaklah
memiliki makna seperti bentuk menjual rumah ataupun menjual sepeda,
melainkan bermakna ‘tertawa dengan keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki
bentuk menjual gigi, itu yang disebut makna idiomatik. Seperti contoh
bentuk lain, membanting tulang, meja hijau, tulang punggung, dan
sebagainya.
Kridalaksana (1993) menyebutnya dengan
makna kiasan (transferred meaning, figurative meaning) adalah pemakaian
kata dengan makna yang tidak sebenarnya. Selanjutnya, Djajasudarma
(1993) memberikan pengertian makna idiomatik adalah makna leksikal yang
terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi
kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom
merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam
idiom berbenntuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan
kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik didapat
di dalam ungkapan dan peribahasa. Seperti terlihat pada ekspresi contoh
berikut.
a. Ia bekerja membanting tulang
bertahun-tahun.
b. Aku tidak akan bertekuk lutut di
hadapan dia.
c. Kasihan, sudah jatuh tertimpa tangga
pula.
d.
Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi
e.
Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar