Unsur Semantik
1. Tanda dan Lambang (simbol)
Tanda dan lambang (simbol) merupakan dua
unsur yang terdapat dalam bahasa. Tanda dan lambang (simbol) dikembangkan
menjadi sebuah teori yang dinamakan semiotik. Semiotik mempunyai tiga aspek
yang sangat berkaitan dengan ilmu bahasa, yaitu aspek sintaksis, aspek
semantik, dan aspek pragmatik. Ketiga aspek kajian semiotik ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Pertama,
aspek sintaksis, sintaksis semiotik merupakan studi tentang relasi yang sering
kali tertuju pada pencarian peraturan-peraturan yang pada dasarnya berfungsi
secara bersama-sama. Sintaksis semiotik tidak dapat membatasi diri dengan hanya
mempelajari hubungan antartanda dalam suatu sistem yang sama. Sejauh perhatian
utama kita ditujukan pada hubungan antartanda, maka kita bergerak dalam bidang
sintaksis semiotik. Kedua, aspek semantik, semantik semiotik merupakan
penelitian yang tertuju pada hubungan antara tanda dan denotatumnya, dan
interpretasinya. Ketiga, aspek pragmatik, jika yang menjadi objek
penelitian adalah hubungan antara tanda dan pemakaian tanda, maka kita memasuki
bidang pragmatik semiotik. Lebih singkat Djajasudarma (1993) menjelaskan tiga
aspek semiotik yaitu semantik berhubungan dengan tanda-tanda; sintaktik
berhubungan dengan gabungan tanda-tanda (susunan tanda-tanda); sedangkan
pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian
tanda-tanda di dalam tingkah laku berbahasa. Peletak dasar teori semiotik yaitu
Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Saussure sebagai bapak ilmu
bahasa modern menggunakan istilah semiologi, sedangkan Peirce, seorang
ahli filsafat memakai istilah semiotik.
Kata semiotik berasal dari kata
Yunani semeion, yang berarti ‘tanda’, maka semiotik berarti ‘ilmu
tanda’. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajiaan tanda dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses
yang berlaku bagi penggunaan tanda (van Zoest, 1993: 1). Selanjutnya, semiotik
adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992 dalam
Nurgiyantoro, 2000). Menurut Sobur (2001), semiotik merupakan suatu model dari
ilmu pengetahuan sosial yang memahami dunia
sebagai sistem hubungan yang memiliki
unit dasar yang disebut dengan “tanda”. Dengan demikian, semiotik mempelajari
hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Menurut Luxemburg dkk (1989), semiotik
(kadang-kadang dipakai istilah semiologi) ialah ilmu yang secara sistematik
mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan
proses-proses pelambangan. Pengertian lain, semiotik adalah ilmu tentang
tanda-tanda yang menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan
merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti
(Preminger, 2001 dalam Sobur, 2001).
Tanda adalah sesuatu yang mewakili
sesuatu yang lain, yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan,
dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja,
melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini, walau harus diakui bahwa
bahasa adalah sistem bahasa yang paling lengkap dan sempurna (Nurgiyantoro,
2000: 40). Proses perwakilan disebut semiosis. Semiosis adalah suatu proses di
mana suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang
ditandainya (Hoed, 1992 dalam Nurgiyantoro, 2000). Menurut Peirce ada tiga
faktor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang
ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima (Luxemburg
dkk, 1989). Jadi, ada tiga unsur yang mentukan tanda, yaitu tanda yang dapat
ditangkap sendiri, yang ditunjuknya, dan tanda baru dalam benak si penerima.
Antara tanda dan yang ditunjuknya terdapat relasi, tanda mempunyai sifat
interpretatif. Dengan perkataan lain, representasi dan interpretasi merupakan
ciri khas tanda (van Zoest, 1993: 14-15).
Peirce membedakan hubungan antara tanda
dengan acuannya ke dalam
tiga jenis hubungan, yaitu (1) ikon,
jika berupa hubungan kemiripan; (2) indeks,
jika berupa hubungan kedekatan
eksistensi; dan (3) simbol, jika berhubungan
yang sudah terbentuk secara konvensi
(Abrams, 1981; van Zoest, 1992; dalam
Nurgiyantoro, 2000: 42).
Tanda dapat digolongkan berdasarkan
penyebab timbulnya, seperti yang diungkapkan Djajasudarma (1993) sebagai
berikut.
1.
tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman,
misalnya:
- Hari mendung tanda akan hujan,
- Hujan terus-menerus dapat menimbulkan
banjir,
- Banjir dapat menimbulkan wabah
penyakit dan kelaparan, dan sebagainya.
2. tanda yang ditimbulkan oleh binatang,
diketahui manusia dari suara binatang tersebut, misalnya:
- Anjing menggonggong tanda ada orang
masuk halaman,
- Kucing bertengkar (mengeong) dengan
ramai suaranya tanda ada wabah atau keributan, dan sebagainya.
3. tanda yang ditimbulkan oleh manusia,
tanda ini dibedakan atas: (1) yang bersifat verbal adalah tanda yang dihasilkan manusia
melalui alat-alat bicara
(organ of speach) dan (2) tanda
yang bersifat nonverbal, digunakan manusia
untuk berkomunikasi, sama halnya dengan
tanda verbal. Tanda nonverbal
dapat dibedakan atas:
a. tanda yang dihasilkan anggota badan (body
gesture) dikenal sebagai
bahasa isyarat, misalnya:
- Acungan jempol bermakna hebat, bagus,
dan sebagainya.
- Mengangguk bermakna ya, menghormat,
dan sebagainya.
- Menggelengkan kepala bermakna tidak,
bukan, dan sebagainya.
- Membelalakkan mata bermakna heran,
marah, dan sebagainya.
- Mengacungkan telunjuk bermakna tidak
mengerti, setuju, dan
sebagainya.
- Menunjuk bermakna itu, satu orang, dan
sebagainya.
b. tanda yang dihasilkan melalui bunyi
(suara), misalnya:
- Bersiul bermakna gembira, memanggil,
ingin kenal, dan sebagainya.
- Menjerit bermakna sakit, minta tolong,
ada bahaya, dan sebagainya.
- Berdeham (batuk-batuk kecil) bermakna
ada orang ingin kenal, dan sebagainya.
2. Makna Leksikal dan Hubungan
Referensial
Unsur leksikal adalah unit terkecil di
dalam sistem makna suatu bahasa dan dapat dibedakan dari unit kecil lainnya.
Sebuah leksem merupakan unit abstrak yang dapat terjadi dalam bentuk-bentuk
yang berbeda dalam kenyataan kalimat, dianggap sebagai leksem yang sama
meskipun dalam bentuk infleksi. Makna leksikal merupakan unsur tertentu yang
melibatkan hubungan antara makna kata-kata yang siap dianalisis. Makna leksikal
dapat berupa categorematical dan syncategorematical, yaitu semua
kata dan infleksi, kelompok alamiah dengan makna struktural yang harus
didefinisikan (dimaknai) dalam satuan konstruksi.
Hubungan referensial adalah hubungan
yang terdapat antara sebuah kata dan dunia luar bahasa yang diacu oleh
pembicaraan. Hubungan antara kata (lambang), makna (konsep atau reference)
dan sesuatu yang diacu atau referent adalah hubungan tidak langsung.
Hubungan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut, dapat digambarkan melalui
apa yang disebut dengan segi tiga semiotik (semiotic triangle) dari
Ogden & Richards (1972); Palmer (1976) sebagai berikut. (sumber Djajasudarma, 1993: 24)
3. Penamaan
Istilah penamaan, diartikan Kridalaksana
(1993), sebagai proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek
konsep, proses, dan sebagainya; biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan
yang ada; antara lain dengan perubahan-perubahan makna yang mungkin atau dengan
penciptaan kata atau kelompok kata. Nama merupakan kata-kata yang menjadi label
setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia. Anak-anak mendapat
kata-kata dengan cara belajar, dan menirukan bunyi-bunyi yang mereka dengar
untuk pertama kalinya. Nama-nama itu muncul akibat dari kehidupan manusia yang
kompleks dan beragam, alam sekitar manusia berjenis-jenis. Kadang-kadang
manusia sulit memberikan nama satu per satu. Oleh karena itu, muncul nama-nama
kelompok, misalnya, binatang, burung, ikan, dan sebaginya, dan tumbuh-tumbuh
yang jumlahnya tidak terhitung yang merupakan jenis binatang, jenis tumbuhan,
jenis burung, dan jenis-jenis yang lain yang terdapat di dunia (Djajasudarma,
1993). Penamaan suatu benda di setiap daerah atau di lingkungan kebudayaan tertentu
tidak semuanya sama, misalnya: padi bahasa Indonesia pare bahasa Sunda pale
bahasa Gorontalo.